Putra Akademisi – Manusia merupakan pelaku dan pembuat sejarah, perilaku yang secara terus-menerus akan menimbulkan kebiasaan, dan kebiasaan ini ada kalanya akan menjadi suatu budaya. Seperti sejak kecil kita dilatih untuk makan dengan tangan kanan oleh orang tua, dan lama kelamaan akan menjadi kebiasaan hingga kita dewasa. Kebiasaan ini akan berlanjut terus menerus hingga generasi ke generasi, kebiasaan itu dapat disebut budaya.
Dalam
kacamata Koenjaraningrat (1980), berpendapat bahwa segala
gagasan, naluri, tindakan, dan hasil karya cipta manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Tak jauh berbeda dengan Hofstede
(1994) berpendapat bahwa, ”budaya adalah pikiran, perasaan, dan tindakan
manusia, dapat diistilahkan budaya adalah sebuah perangkat lunak jiwa manusia (software
of mind)”.
Dari pendapat
di atas, dapat dikontruksikan semua hal yang bisa dilakukan oleh manusia
mempunyai potensi sebagai budaya, tetapi yang menjadi batasannya adalah ‘karya
cipta manusia’. Hasil dari karya cipta manusia ini yang dapat disebut budaya,
meskipun karya cipta manusia bisa positif atau negatif. Karena tak sedikit
budaya yang berpotensi negatif, sehingga budaya ini hanya sebatas karya cipta manusia.
Yang
terpenting dalam budaya adalah nilai yang terkandung di setiap praktik budaya
itu. Selama nilai itu masih berlaku di tengah-tengah masyarakat, maka budaya
itu akan terus berlanjut, tetapi jika masyarakat sudah tidak menganggap budaya
itu bernilai bagi mereka, sudah dapat dipastikan jika suatu saat budaya itu
akan hilang dengan sendirinya. Dan sebagai solusi untuk mengatasi budaya itu
tidak hilang, meskipun budaya itu sudah tak berlaku di masyarakat adalah dengan
mengelola arsip-arsip warisan budaya.
Lembaga Pengelola Arsip Warisan
Budaya
Peran arsip
sebagai warisan budaya ini adalah semata-mata untuk mejembatani antara ‘saat
ini’ dan ‘masa lalu’, karena kita tahu bahwa sejarah adalah jati diri (identitas),
tanpa arsip kita tak akan mengerti asal-usul kita dan dapat menjadi medium
untuk pengambilan keputusan ‘saat ini’. Sejalan dengan ini Schelenberg dalam Widodo (2014) membagi empat peran lembaga
kearsipan, antara lain:
- Menjadi kebutuhan praktis dan efisiensi kepemerintahan yang semakin maju dan menuntut dibutuhkannya penyimpanan terhadap arsip,
- Pertimbangan budaya lembaga kearsipan adalah lembaga yang mempunyai tanggung jawab terhadap pelestarian kebudayaan bangsa,
- Kesadaran pribadi, sebagai antisipasi terhadap konflik kesenjangan sosial, sehingga peran lembaga ini menjaga hakhak feodal dan hak-hak istimewa,
- Bersifat resmi kedinasan, arsip yang diciptakan oleh pemerintahan senantiasa mempunyai nilai guna berkelanjutan (continuing value) dan sebagai rekam jejak kegiatan pemerintahan.
- Fungsi pelestarian warisan budaya masyarakat,
- Dapat memberi rasa hormat terhadap kelampauan,
- Dapat membuka lembaran sejarah yang memungkinkan dalam mengambil keputusan,
- Mengizinkan masyarakat untuk memahami dengan jelas tentang hak-hak hukum mereka,
- Mengizinkan setiap individu untuk melihat dengan jelas tentang kejadian-kejadian tertentu yang menonjol dalam kebudayaannya.
Kebijakan Pengelolaan Arsip Statis
Tahap paling
awal adalah persiapan, hal ini berguna untuk meminimalisir permasalahan dan
memperlancar kegiatan kedepannya. Unsur yang mendasar dan yang krusial dalam persiapan pemeliharaan (preservation) dan
pengawetan (conservation) adalah unsur kebijakan. Kebijakan berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan kegiatan preservasi.
“Secara fundamental kebijakan adalah penjabaran tentang apa yang harus dipreservasi dengan cara mempreservasi kelompok bahan pustaka atau materi tertentu,” Rokhman (2008).
Oleh karena
itu kebijakan adalah fondasi awal bagi lembaga untuk menentukan tujuan dan
melaksanakan kegiatan. Berkaitan dengan kebijakan, kebijakan perencaan
hendaknya memperhatikan beberapa poin penting di bawah, sebagai berikut.
- Kebijakan pemeliharaan arsip mencangkup akuisisi, merencanakan akomodasi, dan program publikasi seperti pameran dan sarana penelitian,
- Menekankan pada pengelolaan arsip yang bagus (a good archival stewardship), sehingga dapat menekan biaya pengawetan di masa depan,
- Penekanan terhadap pelatihan staf dan informasi, sehingga staf lebih kritis terhadap pembuatan program kerja kegiatan pengawetan,
- Pendelegasian wewenang dalam penerapan kebijakan, dijelaskan dalam dokumen yang terpisah. Integrasi antar cabang yang berwenang dalam program pengawetan arsip,
- Kebijakan pengawetan dengan jelas dan formal akan berhubungan dengan lembaga yang lain (akuisisi, dan pameran)
- Kebijakan pengawetan akan menjadi sumber informasi yang penting tatkala kebijakan tersebut terbuka secara internal maupun eksternal. Wright (199:307).
Pemeliharaan dan Pengawetan Arsip
Statis
Kegiatan
pemeliharaan dan pengawetan ini merupakan permasalahan yang krusial dan
kompleks dialami sebagian besar lembaga pengelola arsip.
Pertama, Preservasi dapat di
definisikan dalam segala bentuk pengelolaan yang berhubungan dengan teknis dan
merumuskan anggaran untuk meminimalkan risiko yang dan memperlama umur arsip.
Selain itu, kegiatan pelestarian arsip ini berfungsi sebagai berikut:
- Fungsi melindungi, bahan pustaka arsip dilindungi dari serangan serangga, manusia, jamur, panas matahari, dan air;
- Fungsi pengawetan, memperlama umur bahan pustaka arsip, jika dirawat dengan baik;
- Fungsi kesehatan, dapat menjaga kebersihan bahan pustaka arsip yang terbebas dari debu, serangga, jamur, binatang perusak, dll;
- Fungsi pendidikan, dapat sebagai sarana penelitian dan menambah wawasan civitas akademika;
- Fungsi sosial, dikerjakan oleh tenaga ahli dalam bidang pelestarian arsip dan menghimbau masyarakat dalam penggunaan bahan pustaka arsip;
- Fungsi ekonomi, kegiatan pelestarian yang aktif akan dapat meminimalkan biaya perawatan yang lebih parah;
- Fungsi keindahan, penataan bahan pustaka arsip akan lebih tertata dan rapi. (Martoadmodjo, 2010:16-1.7)
Kedua,
pencurian atau perusakan (theft or vandalism) ini juga
permasalahan yang penting diperhatikan, karena tindakan ini sangat merugikan.
Cara antisipasi terhadap tindakan tersebut adalah perencanaan tempat penyimpanan
hendaknya dilengkapi fitur-fitur pengawasan, seperti: akses masuk ketat dan
CCTV. Tindakan ini juga dapat diminimalkan dengan cara memberi sebuah aturan
(regulasi) dalam tata cara penggunaan arsip.
Ketiga,
kebakaran dan banjir (fire and flood) ini dapat teratasi dengan
mempertimbangkan tempat yang digunakan untuk menyimpan arsip aman dari
kebakaran dan banjir. Selain itu, pembuatan aturan (regulasi) yang memungkinkan
reaksi cepat dan efektif untuk memprioritaskan penyelamatan arsip dalam keadaan
darurat.
Keempat, hama (pests) seperti
serangga dan tikus dapat merusak koleksi. Akan tetapi, mayoritas perusakan yang
sering terjadi banyak dilakukan oleh serangga seperti kecoa, kutu, atau rayap.
Penanganan terhadap hama ini, lembaga pengelola arsip hendaknya bekerja sama
dengan lembaga lain yang khusus menangani hama serangga. Sehingga, tindakan
pencegahan dapat maksimal diterapkan, karena
lembaga khusus yang menangani permasalahan hama ini telah berpengalaman dalam
mengidentifikasi munculnya hama dan dapat melakukan langkah-langkah
pengendalian yang tepat.
Kelima,
permasalahan polusi (pollution) dapat muncul ketika tempat penyimpanan
arsip mempunyai ventilasi udara yang rentan terhadap sirkulasi udara luar
seperti asap kendaraan, asap industri, atau asap rokok yang masuk pada tempat
penyimpanan arsip. Penanganan yang tepat untuk permasalahan tersebut adalah
dengan menutup sirkulasi udara yang masuk pada tempat penyimpanan arsip,
kemudian memberikan sarana Air Condition (AC) agar sirkulasi dan suhu
udara terjaga dengan baik.
Keenam, sinar matahari (light)
juga dapat menjadi permasalahan karena radiasi sinar ultraviolet (UV) yang
berlebih akan menimbulkan perubahan atau memudarnya warna pada arsip, khususnya
arsip tercetak. Permasalahan ini dapat diminimalkan dengan menyediakan film
screening ultraviolet (UV) pada jendela.
Selain itu, penanganan
permasalahan cahaya dapat menggunakan penerangan buatan seperti lampu. Akan
tetapi, dalam pemasangan lampu tetap memperhatikan penerangan yang tepat,
karena jika penerangan buatan terlalu terang akan menimbulkan radiasi
ultraviolet (UV) yang berlebih, dan jika terlalu redup (kekurangan cahaya), akan
menimbulkan kelembaban. Hampir sama dengan permasalahan dengan penerangan di
atas. Suhu dan kelembaban memang dapat menjadi permasalahan yang krusial, yang
dimana kesalahan suhu dan kelembaban dapat merusak arsip. Kelembaban yang
tinggi akan mendorong timbulnya jamur dan serangga. Sehingga, dalam penanganan
permasalahan ini dapat diminimalkan dengan menjaga suhu bekisar 13oC
hingga 20oC dan tingkat keasaman 35% hingga 60% RH.
Sedangkan menurut Sumrahyadi (2013) berpendapat bahwa, cara penyimpanan arsip yang sempurna akan berpengaruh terhadap keawetan dokumen/arsip. Cara penyimpanan arsip yang benar hendaknya memperhatikan tiga hal yaitu tempat penyimpanan, identifikasi penyebab kerusakan dokumen/arsip, dan restorasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam strategi tempat penyimpanan adalah sebagai berikut:
- Dokumen/arsip tidak dapat secara langsung terkena sinar matahari/ lampu, sebab kertas akan menjadi kering dan getas/rapuh yang menjadikannya mudah robek,
- Tempat penyimpanan, dokumen/arsip dengan menggunakan bahan yang terbuat dari metal dan menghindari tempat penyimpanan yang terbuat dari kayu, karena meminimalkan serangan rayap,
- Kapasitas tempat, yang sesuai dengan isi dokumen/ arsip. Karena ketika tempat penyimpanan yang terlalu sempit atau ketat, akan mempersulit dalam pengambilan dokumen/arsip. Sedangkan tempat yang terlalu longgar akan menyebabkan dokumen/arsip melengkung,
- Dokumen/arsip dan lampirannya tidak boleh terlipat,5. Lampiran-lampiran yang disatukan dengan hindari penggunaan paper clip, staples, dan binder yang menyebabkan timbulnya karat.
- Faktor biologis, penyebab kerusakan dokumen/arsip yang dikarenakan oleh biologis ini termasuk dengan faktor jamur dan serangga, dalam hal ini jamur dapat merusak cellulose dalam kertas. (Sumrahyadi, 2013). Cellulose atau selulosa adalah molekul yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Selulosa adalah komponen utama dari dinding sel tumbuhan, dan bahan bangunan dasar bagi banyak tekstil dan kertas. Kapas adalah bentuk alami murni selulosa. (Mulyana, 2016). Pencegahan dari serangan serangga, perlu tindakan dengan menjaga kebersihan ruangan, fumigasi terhadap dokumen/arsip setiap enam bulan sekali, pengontrolan ruangan yang ketat, peletakan kapur barus pada rak.
- Faktor bahaya api, dalam tindakan preventifnya di dalam ruangan tempat penyimpanan dokumen/arsip tidak diperkenankan untuk merokok atau membawa barang yang mudah terbakar dan setiap ruangan disediakan alat pemadam kebakaran
- Faktor bahaya air, tindakan dalam mengantisipasi bahaya air ini perlu memperhatikan akan pengontrolan ruangan terhadap kemungkinan bocor (terutama pada musim hujan), jangan menyimpan dokumen arsip di dekat saluran air, dilarang memegang dokumen/arsip dengan tangan yang basah, dan mengeringkan dokumen/arsip yang telah basah dengan cara didinginkan (bukan pengeringan dengan sinar matahari).
- Terakhir adalah restorasi dokumen/arsip, kegiatan restorasi ini adalah memperbaiki dokumen/arsip yang rusak, agar dapat digunakan dan disimpan untuk waktu yang lebih lama. Teknik pemeliharaan dan perawatan dokumen/arsip ini dapat dengan menghilangkan asam dan laminasi dokumen/arsip. (Sumrayadi, 2013).
Kesimpulan
Arsip
mempunyai nilai guna yang fundamental bagi perdaban, untuk itu perlunya
pengelolaan arsip dengan secara baik, agar menambah umur arsip. Arsip yang
memiliki nilai kesejarahannya khususnya arsip statis, arsip ini berisi tentang dokumen-dokumen
penting seperti surat perjanjian dan lain sebagainya. Konservasi arsip
diperlukan beberapa poin penting seperti lembaga, kebijakan, perencanaan,
anggaran, dan SDM, serta faktor-faktor yang dapat merusak bahan koleksi arsip
arsip
Sumber :
- Putra. H.S.A.P.P. 2017. Aspek Fundamental Dalam Pengelolaan Arsip Warisan Budaya. Buletin Perpustakaan No. 58 November 2017.